23/12/13
Kebebasan atau Kebablasan
Sudah empat belas tahun indonesia menapaki era reformasi. Tapi perubahan yang berarti hanya saya rasakan pada ranah gerak media informasi. Kalau diera akhir 1980an masih ada dua stasiun televisi – satu nasional dan satu swasta- saat ini entah sudah ada berapa stasiun tv yang berjibaku mencari penonton sebagai mata pencaharian mereka. Mutu atau tidaknya acara yang mereka tayangkan tidaklah penting asal menghibur. Karena memang itulah yang diinginkan masyrakat, hiburan.
Lemahnya penegakan hukum dan juga kurang jelas nya vis bangsa guan mencetak generasi penerus yagn bermutu, menjadikan acara-acara tersebut semakin seperti jamur yang tumbuh dimusim penghujan. Yaa hampir setiap bulan berbagai stasiun emngeluarkan judul sinetron atau kisah eksploitasi anak-anak yang menjadi dewasa sebelum waktunya. Mengenal istilah intim, sex, pornodan lainnya. Pertanyaannya adalah kalau saja mereka sadar- dalam hal ini adalah pemangku kebijakan (pak menteri dan setingkatnya)- tentu hal ini tidaklah terjadi.
Shincan yang di negeri nya merupakan konsumsi dewasa disini anak yagn baru mengenal nasipun sudah menlihatnya. Sinetron yang mengumbar kesaktian barang-barnag tertentu menjadi film wajib disaat jam belajar anak-anak.
Saya terkadang juga kurang paham kepada kebanyakan orang tua, mengapa juga mereka menonton televisi saat anaknya belajar. Disaat mau ujian mereka kelimpungan cari mbah dukun untuk meluluskan anak-anaknya. Itulah realita.
Kembali dengan permasalahan media kita bersama. Media diciptakan untuk mengenalkan, mendidik, dan juga memberi informasi serta menghibur bagi penontonnya. Tapi sekarang mereka punya tambahan peran yaitu merusak. Ya, merusak moral dan juga otak anak serta sebagian penduduk indonesia yang haus akan keajaiban setelah reformasi ini.
Wakil rakyat yang mengibuli rakyat, mahasiswa yang menjadi sapi perah pengusaha, akademisi yang takut miskin karena idealisnya, profesor yang bingung bagaimana menjadi seorang pelopor, aktivis yang tak jauh bentuknya dengan pengemis jabatan berwajah sinis ke pemerintah dan juga legeslatif, atau bahkan penulis ini yang bsa hanya mengkritik. Hampir sulit saya temukan jalan keluar bangsa ini guan emnuntaskan masalahnya.
Sewaktu sd saya ingat betul kalau di kalimantan , sulawesi dan juga irian –saya lebih suka memanggilnya sebgai irian- adalah sumur-sumur minyak dan emas kita, tapi malah jawa saja yang tambah kaya.
Sewaktu sd saya ingat betul pulau-pulau yang mengelilingi sebgai pagar depan bangsa ini berjumlah lebih dari seratus biji, tapi kenapa mereka masih miskin dan terasing di negeri pertiwi ini.
Saat tk saya diajari dahulukan kepentingan masyarakat kesampingkan urusan pribadi , mengapa para pemimpin, aktivis, mahasiswa saat ini lebih mementingkan diri sendiri??
Mahasiswa yang lupa dengan keinteltualannya. Orang tua yang kaya tapi miskin moral dalam mendidik anaknya. Ya betul tidak semua tapi sebagian agak besar negeri kita seperti ini.
Indonesia bebas Indonesia kebablasan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar