Social Icons

Pages

23/12/13

Kauman Sekarang dan Nanti

Kauman adalah nama sebuah kampung di kecamatan Gondomanan, kotamadya Yogyakarta. Letaknya di sebelah barat alun-alun utara dengan luas kurang lebih 192.000 meter persegi. Kampung ini memiliki ciri khusus, karena masyarakat yang mendiami wilayah ini masih memiliki pertalian darah antara satu dengan yang lainnya. Hal inilah yang kemudian menjadikan masyarakat Kauman sebelum tahun 1912 cenderung menjadi masyarakat yang pekat dan tertutup.Kesultanan Yogyakarta tidak bisa dipisahkan dengan awal lahirnya kampung Kauman, karena memang kampung ini merupakan bagian dari birokrasi Kerajaan. Masyarakat Kauman terbentuk dari beberapa keluarga abdi dalem yang oleh Sultan diberi tempat tinggal di sekitar Masjid Agung. Tugas para abdi dalem itu adalah sebagai pengurus masjid. Masyarakat Kauman memiliki status sosial dan kepemimpinan dalam bidang agama yang lebih menonjol daripada masyarakat di kampung-kampung lain, sehingga masyarakat Kauman menjadi masyarakat yang superior. Dalam perkembangannya, Kauman kemudian menjadi basis organisasi Muhammadiyah (basis lainnya di Kotagede dan Karangajen). Pergerakan-pergerakan sosial lainnya yang berdiri di Kauman adalah Aisiyah, Ar-Rosyad, Jogjaning Olah Rogo dan MUAPS yang semuanya memiliki pengaruh besar terhadap perubahan sosial.
Pada masa sebelum abad 20, masyarakat Kauman menjalankan agama Islam secara tradisional. Selain itu, mereka juga menjalankan agama secara sinkretis yaitu mencampuradukkan upacara Islam dengan kepercayaan di luar itu misalnya selamatan untuk siklus kehidupan, membakar kemenyan dan sebagainya. Pola pendidikan yang dianut adalah pesantren yang hanya mempelajari ilmu Islam dan sebagian besar santri berasal dari Kauman untuk selanjutnya dipersiapkan menjadi abdi dalem. Pekerjaan masyarakatnya adalah sebagai abdi dalem dan mengandalkan hasil dari tanah pelungguh yang diberikan oleh sultan dan ada juga yang bermata pencaharian sampingan sebagai pengrajin batik. Dalam bidang kepemimpinan, baik formal maupun informal semuanya ada pada kuasa penghulu.
Sebagai kampung santri tertua di Kotamadya Yogyakarta, Kauman memiliki sejarah cukup panjang tentang pergerakan sosial, antara lain Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah. Sebagai gerakan yang mengusung purifikasi ajaran Islam dan gerakan modernisasi pemikiran, Muhammadiyah membawa perubahan yang signifikan pada pola hidup dan perilaku masyarakat. Disamping itu ‘Aisyiyah sebagai salah satu gerakan sosial kewanitaan di Indonesia juga turut berperan dalam mewujudkan konsep wanita yang bukan hanya sebagai konco wingking[i] saja, tetapi juga sebagai pelaku utama dalam pemberdayaan masyarakat. Perubahan paradigma dan sosial ini menjadikan kehidupan sosial masyarakat Kauman. Kauman Yogyakarta biasanya ditampakkan sebagai suatu hunian tradisional yang memiliki latar belakang kultur dan reliji yang kuat, dan hingga kini masih bertahan di pusat kota Yogyakarta.
Warga Kauman Yogyakarta dalam mengalami ruang peninggalan masa lalu memunculkan dua makna. Pertama bahwa ruang dari masa lalu merupakan ‘Ruang yang Perlu Dilestarikan’ karena ruang-ruang ini mengandung emosi, membangkitkan sentimen, dan mempunyai makna yang dalam bagi warga permukiman. Ruang-ruang ini perlu dilestarikan, dipanjangkan umurnya, agar para warga dapat mengenang, menceriterakan kembalidan mengambil pelajaran dari obyek dan atau peristiwa yang terdapat di dalam ruang dan bangunan tersebut. Makna kedua adalah ‘Ruang Masa Lalu yang Masih Bertahan’, yaitu ruang dan bangunan peninggalan masa lalu masih tetap ada dan hadir di permukiman Kauman Yogyakarta namun dengan intensitas kegiatan yang kecil dan perannya di permukiman sudah menurun.(Suastiwi,2012)




Halaman Masjid Gedhe Kauman masih digunakan sebgai tempat berkumpul bagi para warga dan juga wisatawan yang berkunjung ke kampung Kauman. Putera-putera Kauman menjadi motor di pasukan Hizbullah Sabilillah, dan kemudian dari Kauman pula didirikan Markas Ulama Asykar Perang Sabil (MU- APS) yang pusatnya di Gedung Pejagan Plataran masjid Gedhe. Pasukan-pasukan yang dimotori oleh putera-putera Kauman ini ikut perang gerilya membantu TNI sampai ke Semarang, Ambarawa, Kedu, dan Kebumen. Dalam peristiwa Kotabaru, Plataran Masjid Gedhe juga digunakan menyusun kekuatan untuk penyerbuan, putera-putera Kauman pun ikut aktif dan juga ada yang menjadi korban sebagai pahlawan. Plataran Masjid Gedhe Kauman pun dipakai juga untuk menyusun kekuatan dalam rangka penumpasan pemberontakan PKI (18 September 1948, pusatnya di Madiun); dan juga Demonstrasi Pembubaran PKI tahun 1965 karena pemberontakan G-30S/PKI, dari tuntutan Demonstrasi Generasi Muda Islam (GEMUIS) Jogjakarta, maka PKI dibekukan di Jogjakarta (tindakan ini pertama kali untuk seluruh Indonesia). Plataran Masjid Gedhe dikenal sebagai ajang perjuangan umat. Angkatan 1966 (KAMI –KAPPI-KAWI-KASI) bila bila demonstrasi berangkatnya dari plataran Masjid Gedhe. Demonstrasi untuk Reformasi dan menurunkan rezim Soeharto salah satu tempat konsentrasinya adalah plataran Masjid Gedhe Jogjakarta, dan warga Kauman pun ikut berpartisipasi baik tenaga maupun logistiknya.(Adaby Darban:2009)
Langgar Dhuwur dan Pendopo Tabligh yang ada di sebelahnya dahulu adalah saksi dimana Kyai Faqih (salah satu Kyai yang tidak sependapat dengan pandangan ber Islam nya Kyai Dahlan) tinggal. Meskipun demikian beliau berteman akrab dengn Kyai Dahlan, hal ini terbukti dengan dijadikannya Pendopo Tabligh sebagai tempat diikrarkannya Muhammadiyah untuk pertama kalinya.
Kauman sebagai desa santri berhasil menarik perhatian masyarakat dan pemerintah Hindia Belanda ketika organisasi Muhammadiyah lahir di tahun 1912. (Abdurrahman Surjomihardjo, 2008). Pasca  tahun 1912, muhammadiyah merubah paradigma sosial kebudayaan, terutama peran serta wanita tradisional jawa untuk meningkatkan kapasitas mereka di bidang pendidikan dan peran serta wanita   bidang agama, sosial dan budaya. Dan hal ini terlihat bahwa Profesor wanita pertama Indonesia lahir di kampung ini (Prof. Siti Baroroh).  Tahun 1917, Aisyiyah (salah satu oraganisasi gerakan wanita terbesar di Indonesia) lahir di kampung ini, pada tahun 1919, dua tahun setelah berdiri, 'Aisyiyah merintis pendidikan dini untuk anak-anak dengan nama FROBEL, yang merupakan Taman Kanan-Kanak pertama kali yang didirikan oleh bangsa Indonesia. Selanjutnya Taman kanak-kanak ini diseragamkan namanya menjadi TK 'Aisyiyah Bustanul Athfal yang saat ini telah mencapai 5.865 TK di seluruh Indonesia. Jejak sejarah berupa bangunan masih bisa kita liat hingga sekarang.
Berjalan masuk kampung ini kita akan melihat beberapa bangunan tua berjajaran, antara lain terdapat rumah-rumah Juragan Batik diantara yang masih ada yaitu milik Haji Moeh.



[i] Teman belakang (jawa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates