Social Icons

Pages

06/05/14

perjalanan Lasem (1/2)

Pak Widji Soeharto (alm) 
Batik Padi Boeloe Wiji Soeharto
Memasuki Desa Babagan, sebuah kawasan pecinan tempat batik Lasem masih dikembangkan sebagai industri rumahan. Ada beberapa rumah yang menjadi sentra pembuatan batik dan siang yang disertai hujan itu kami singgah di rumah Wiji Soeharto (Sie Hoo Tjauw) pengusaha batik Lasem dengan merk “Padi Boeloe”. Dengan ramah Wiji menyapa dan mempersilakan kami melihat-lihat batik di rumah tuanya.
Gaya dan tuturnya yang bersahaja membuat suasana cepat menjadi hangat seiring kisah-kisahnya yang tak beraturan perihal batik Lasem dan perjalanan dirinya. Satu persatu koleksinya dari yang paling sederhana hingga yang paling langka dibeberkan sambil menerangkan warna dan motifnya.
Kisah pilunya mengalir datar tentang minimnya minat pengusaha geluti batik Lasem saat ini dan secara otomatis akibatkan menurunnya tenaga kerja yang terserap. Berbeda dengan kisahnya di tahun 1970an saat-saat awal Wiji jalankan bisnis batik warisan orang tuanya ini, ada 425 orang bekerja untuknya. Namun dari waktu ke waktu bisnis batik Lasem semakin lesu bahkan ia sempat menutup usahanya ini.
Wiji Suharto dengan semangat usia 60annya ini mengaktifkan kembali bisnisnya dengan segala keterbatasan. Bahkan selain aktif mengikuti program-program pelatihan, beberapa motif batiknya telah dilengkapi sertifikat hak cipta. “Lasem Pasiran” dan “Lasem Lerek Lunglungan” adalah beberapa diantaranya.
Soal potensi Wiji Suharto punya kebanggaan, ia adalah seorang yang masih mewarisi resep racikan warna merah darah ayam yang menjadi andalan batik Lasem. Abang getih pitik, demikian warna merah ini diberi istilah, adalah warna merah khas yang tidak dimiliki oleh batik daerah lain. Konon, warna merah ini tercipta bukan hanya sebab formula pewarna saja tapi ada unsur dari air tanah di Lasem yang memiliki kandungan tertentu.
Beberapa pekerja terlihat masih menyertainya menyelsaikan proses akhir batik sebelum dijemur. Tumpukan kain yang telah digoresi malam membentuk berbagai motif bertumpuk-tumpuk di penjuru rumah sekaligus workshopnya ini dengan tak beraturan. Semangat seorang Wiji, dengan banyak keterbatasan ini adalah paradoks bagi Lasem yang menyimpan sejarah batik yang melegenda di tanah air ini.
saya bersama koko Henri Ying , penerus batik Padi Boeloe.
Kondisi Saat Ini
usaha batik Padi Boeloe ayng dirintis oleh orang tua Pak Widji saat ini diteruskan oleh anak laki-lakinya yang bernama Henri Ying. pria lulusan fak. ekonomi UNTAG (Universitas 17 Agustus 1945) Surabaya ini mencoba untuk mengembangkan jaringan dan strategi bisnis batik keluarganya. Saat ini dia mencoba untuk membuat 3 varian batik, yaitu kelas 1, 2 dan 3. Kelas 1 di jual dengan merk dagang Padi Boeloe, batik pada kualitas ini yang paling mahal, dia menunjukkan kepada saya batik seharga Rp. 30 juta karya neneknya. Ada juga yang berharga Rp. 8 juta karya goresan sang ayah (pak Widji Soeharto). kelas 2 dan 3 cenderung lebih murah kisaran maksimal harganya Rp. 800 ribuan. 
Harapan Untuk Lasem
Apa yang tengah dialami Wiji, tentunya dirasakan oleh mereka yang masih berjuang membawakan tradisi batik Lasem hingga saat ini. Namun keprihatinan adalah soal berapa lama semangat ini bertahan sampai akhirnya Lasem dan batiknya hanya sebuah kenangan.
Dalam manajemen destinasi, penanganan pembangunan sebuah kota dimulai dari pemetaan potensi yang dimilikinya serta masa lalu yang menjadi perjalanan kelahiran kota itu. Pola ini sangat membantu diantaranya untuk mudah mengenali kultur dan mindset masyarakatnya. Seterusnya referensi ini dapat dipergunakan dalam mengelola potensi menjadi semangat dan harapan baru menggelorakan dinamika ekonomi kotanya.
Jika pemerintah daerah dan pemangku kepentingan tak bersatu dan segera sadari soal core values Lasem dengan kultur, batik dan sejarah masa lalunya, niscaya Lasem adalah lembar-lembar kenangan sebuah kejayaan.

sumber:http://dgi-indonesia.com/perjalanan-lasem-2-semangat-wiji-soeharto-untuk-lasem/ dan wawancara saya dengan penerus batik Padi Boeloe

perjalanan Lasem (2/2)

 
Bersama kawan-kawan pegiat pusaka Jogja, Rembang, Kota Magelang dan Jakarta
(dari ki-ka; Mas Joyo, Mbak Adriani, Pak Wawan, saya, Mbak Uci dan mas Bagus Priyana)

bincang ringan sesama alumni Arsitektur UGM

Sambutan hangat dari tuan rumah Pondok Pesantren Kauman Lasem -Gus Zaim.

"ngajak caroook"

berpose didepan rumah Gus Zaim (pengasuh pondok Kauman, Lasem) , ruamh beliau dulu adalah rumah pengusaha angciu 
berbagi ilmu tentang olah desain pusaka rumah koko Henri Ying

 
Blogger Templates